HUKUM KRIMINALOGI DAN VIKTIMOGI
“TINJAUAN
KRIMINOLOGI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT”
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kasus kekerasan
seksual terhadap anak merupakan salah satu kasus yang mengalami peningkatan
secara signifikan belakangan ini. kekerasan
seksual kepada anak sering kali berseliweran di berbagai pemberitaan nasional,
baik media cetak maupun media elektronik. Tampak berita kekerasan yang mencakup
anak anak sudah menjadi makanan sehari hari bagi para pembaca. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan
kekerasan seksual sebagai tindakan seksual, mencoba mendapatkan tindakan
seksual, berkomentar atau melakukan rayuan seksual yang tidak diinginkan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (PPPA) mencatat ribuan kasus kekerasan seksual terhadap anak sepanjang tahun 2021, adapun kasus kekerasan
terhadap anak berjumlah 14.517 terdapat
sekitar 6.547 kasus yang merupkan
kekerasan seksual terhadap anak.
Kemudian ada sekitar 797 anak yang
menjadi korban kekerasan seksual sepanjang Januari 2022.
Pada wilayah
Nusa Tenggara Barat Selama lima tahun
terakhir, hingga Mei 2021, Polda NTB mencatat kekerasan seksual pada anak lebih
dari 700 kasus, Secara catatan, ada 338 kasus di polres-polres yang
ada di Pulau Lombok, 387 kasus di polres-polres Pulau Sumbawa. Sedangkan 33
kasus ditangani Ditreskrimum Polda NTB
Baru baru ini
terjadi lagi kasus kekeresan seksual yang terjadi di lombok timur menimpa
seorang siswa berusia 15 tahun dimana ia di perkosa oleh pria berusia 25 tahun
di wilayah kecamatan suralaga, yang dimana pelaku merupakan kerabat atau
keluraga dekat dari sih korban. Tindakan kekerasan seksual sendiri kerap
dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Menurut data statistik tercatat, kekerasan seksual paling besar terjadi di
rumah yakni 37 persen. Maka disimpulkan, bahwa tindakan kekerasan kerap
dilakukan orang-orang terdekat korban. Sedangkan, kekerasan seksual yang
terjadi di sekolah sekitar 11 persen dan 10 persen di hotel.
Kekerasan pada anak baik seksual kerap kali menjadi salah
satu permasalahan pada anak permasalahan sukar untuk atasi di
Indonesia. Kekerasan Seksual sendiri
merupakan setiap perbuatan merendahkan,
menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi
seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau
dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu
kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan
dengan aman dan optimal.
Meningkatnya
kekerasan seksual terhadap anak anak di wilayah Nusa
Tenggara Barat memberikan kehawatiran kepada masyarakat terkhsusnya orang
tua, sehingga memberikan ketakuan dan rasa tidak
nyaman terhadap lingkunga
sekitar tempat tinggal bahkan keluarga dekat sekalipun. kekerasan seksual terhadap anak juga akan berdampak
panjang, di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga
berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian di atas yang menjadi rumusan masalahnya yakni :
1.
Apa
saja faktor kriminogen penyebab terjadinya kekerasan
seksual terhadap anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. bagaimana
upaya yang dilakukan dalam menanggulangi kekerasan seksual terhadap anak di
wilayah Nusa Tenggara Barat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
faktor
kriminogen penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di wilayah Nusa Tenggara Barat
Sesuai data yang di himpun dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB mencatat, kasus kekerasan seksual pada anak di tahun 2020 sebanyak 363 kasus, sedangkan pada tahun 2021 bertambah menjadi 462 kasus. Tingginya angka kasus kekerasan seksual tersebut dibenarkan Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sukran Hasan.
Menurutnya Sukran Hasa, berdasarkan Data yang himpun oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) mengatakan bahwa
permasalahan kekerasan seksual pada anak muncul karena beberapa alasan
diantaranya faktor ekonomi, broken home, serta orang tua yang meninggalkan
anaknya bekerja di luar negeri.
Dalam hal ini pola asuh yang di berikan kepada anak yang menjadi suatu hal yang
sangat penting untuk anak ebih waspada
dengan indikasi kasus kekerasan yg akan menimpa dirinya
faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual pada anak di wilayah Nusa Tenggara Barat di anataranya faktor-faktor tersebut ialah:
Faktor ekonomi
merupakan peneyabab utama dari muncul tindak kejahatan, termasuk kekerasan seksual
pada anak, keadaan ekonomi yang memprihantikan dan jauh dari kaya cukup
mengharuskanmereka untuk bekerja lebih keras dan berpacu dengan waktu, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan sehari hari mereka orang tua mengabaikan anak anak
mereka, tidak diurus oleh kedua orang tuanya, tidak di perhatikan tumbuh
kembangnya. Maka sebab persoalan tersebut seseorang anak punya kemunikanan
besar untuk mendapatkan kekerasan seksual dari orang orang di sekita mereka,
baik itu saudara, keluraga, tetangga atapun orang orang terdekat mereka
Karna kasus yang muncul akhir-akhir ini di wilayah Nusa Tenggara Barat , menurut catatan LPA NTB, para pelakunya kejahatan ataupun kekerasan seksual sering kali adalah orang terdekat dari korban,
seperti pacar, tetangga, teman bahkan anggota keluarga dari korban sendiri.
Keluarga atau
rumah tangga merupakan pondasi
utama bagi perkembangan baik kepribadian, karkater dan sifat dari seorang anak. Setiap
orang dalam keluaraga mempunya peran dan tanggung jawab dalam memeberikan
perlindungan, kenyamanan hingga pendidikan dengan apa yang mereka butuhkan.
Dengan banyak sisem
pendidikan dan pengajaran yang di buka oleh berbagai lembaga perkembanagn anak,
orang tua sekarang banyak yang menitipkan dan mempercayakan anak anak mereka untuk di
titipkan disana, sedang mereka di sibukan dengan berbagai pekerjaan mereka, tidak hanyak itu banyak dari
orang tua yang mempercayakan pengawasan anaknya kepada Asisten Rumah Tangga,
sehingga tak jarang orang control tumbuh kembang anak yang seharunya di menjadi
tanggung jawab orang tua malah tergantikan asisten rumah tangga. Hal ini tidak jarang menimbulkan kekosongan dalam
batin seorang anak dimana ia akan merasa kekurangan kasih sayang.
Tidak adanya
kasih sayang yang mereka dapatkan (Anak anak) banyak di anatara anak yang
melakukan kenakalan kenakalan atau perbuatan terlarang dengan tujuan utnuk
mencari perhatian dan menunjukkan ekesistensi. Sehingga anak akan mencoba mencari kasih sayang dan cinta dari orang luar yang di sekitar sana . Hal ini yang selanjutnya banyak menjadikan anak
sebagai korban kekerasan seksual terutama yang dilakukan oleh kaum penyuka
anak-anak (pedofil) sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Faktor yang masih
berhubungan dengan ketahanan dan pola asuh keluarga yang lainnya ialah dimana
saat ini orang tua terlalu membebaskan anaknya dalam menggunakan gadget.
Kebebasan yang berlebihan dan tanpa pantauan ini akan menjadikan anak dapat
mengakses internet dan media sosial tanpa batas
3. Penyimpangan Seksual Pedofilia
Penyimpangan
seksual merupakan kelainan
seksual yang dimiliki seseorang yang diamana bertentang dengan nilaa nilai
norma yang berlaku dimasyarakat. pedofilia
adalah gangguan seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah
usia 14 tahun. Orang yang mengidap pedofilia disebut pedofil. Seseorang bisa
dianggap pedofil jika usianya minimal 16 tahun. Pedofilia sebagai gangguan atau kelainan
jiwa, memicu seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai
instrumen atau sasaran dari tindakan itu.
Umumnya bentuk tindakan itu berupa
pelampiasan napsu seksual. Pada umumnya para pedofil ini tidak bisa dibedakan
dengan mudah dan secara langsung. Hal ini dikarenakan pedofil memiliki
ciri-ciri yang sama seperti manusia normal lainnya. Para pedofil ini juga tidak
selalu memiliki kesamaan umur, jenis kelamin, kelas sosial, agama, pendidikan
dan lainnya.
·
Namun jika
dianalisis lebih lanjut, terdapat beberapa ciri-ciri yang biasanya melekat
pada diri seorang
pedofil yaitu :
1)
Pada umumnya
berjenis kelamin laki-laki;
2)
Memiliki korban lebih
dari satu;
3)
Biasanya pelaku berasal
dari luar anggota keluarga;
4)
Memiliki pola tingkah
laku yang dilakukan secara terus menerus;
5)
Biasanya lebih memilih
anak laki-laki sebagai korbannya ditandai dengan banyaknya korban anak
laki-laki disbanding korban anak perempuan, dikarenakan anak perempuan
cenderung melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya dibandingkan anak
laki-laki;
6)
Pada umumya tertarik pada
anak-anak usia tertentu;
7)
Memiliki metode canggih dan teknik terencana
untuk mengakses korban. Pelaku pedofil aktif mencari akses ke anakanak dan
sering menempatkan dirinya dalam posisi di mana mereka dapat memperoleh secara
sah hak tak terbatas tanpa pengawasan kepada anak-anak. Akses ini dapat
diperoleh melalui pekerjaan, kegiatan yang melibatkan rekreasi anak-anak, atau dengan
infiltrasi keluarga yaitu sebagai rekan atau kerabat dari salah satu anggota
keluarga atau sebagai mitra keluarga.
8)
Memiliki kecenderungan untuk mengumpulkan
jumlah ekstensif materi yang berhubungan dengan pedofilia, termasuk pornografi
anak dan erotika anak.
·
Penyebab Pedofilia
Penyebab
pedofilia masih belum dapat diketahui dengan jelas karena penyakit psikologis
ini baru belakangan ini dipelajari lebih lanjut. Kesulitan untuk menentukan
penyebab yang pasti juga didasari oleh perbedaan karakteristik dan latar
belakang pada setiap orang. Akan tetapi, beberapa faktor di bawah ini dapat
mempengaruhi munculnya gangguan pedofilia, yaitu:
1) Pernah
mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-kanak.
2) Gangguan
perkembangan saraf, otak, atau kelainan pada hormon.
3) Pernah
mengalami cedera kepala serius sebelum usia 6 tahun.
4) Memiliki
ibu dengan riwayat gangguan psikiatri.
5)
Memiliki IQ rendah.
Berdasarkan Undang-Undang Tentang Pornografi bahwa pornografi
sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat. Berkembangya
teknologo makin mempermudah seseoarang mengakses jejaring sosial khsusunya
konten konten yang mengadung pornografi. Sehingga mejadi pendorong
seseorang melakukan kejahatan ataupun
kekerasan seksual.
Berdasarkan Data
yang di keluarkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi masih banyak situs
porno yang dapat di akses oleh pengguna internet, karena keberadaan situs porno
itu seperti deret ukur dan deret hitung, jika 100 situs porno diblokir maka
akan muncul 1.000, jika diblokir 1.000 maka akan muncul 10.000, dan seterusnya.
Situs porno dalam satu menit bisa memunculkan sekitar 30.000 page (halaman)
pornografi.
Victor B. Cline
seorang ahli psikoanalisis Amerika Serikat sejak tahun 1986 telah menganalisa
bahwa orangorang yang intensitasnya tinggi berinteraksi dengan pornografi maka
mereka akan mengalami 4 (empat) tahap kerusakan psikis, Tahaptahap tersebut
ialah :
1)
Tahap Addiction
(Kecanduan) Sekali seseorang menyukai materi cabul (yang bersifat pornografi),
maka ia akan mengulanginya dan terus menerus mencari materi tersebut hingga
terpuaskan. Kalau yang bersangkutan tidak mengkonsumsi pornografi maka ia akan
mengalami “kegelisahan”.
2)
Tahap Escalation
(Eskalasi) Setelah kecanduan dan sekian lama mengkonsumsi media porno,
selanjutnya ia akan mengalami efek eskalasi. Akibatnya kebutuhan seseorang
mengenai materi seksual yang dikonsumsi akan meningkat dan lebih eksplisit atau
lebih liar serta menyimpang dari yang sebelumnya sudah biasa ia konsumsi.
3)
Tahap
Desensitization (Desensitisasi) Pada tahap ini, materi yang tabu, imoral,
mengejutkan, pelanpelan akan menjadi sesuatu yang biasa. Pengkonsumsi
pornografi bahkan menjadi cenderung tidak sensitif terhadap kekerasan seksual.
4)
Tahap Act-Out 18
Pada tahap ini seorang pecandu pornografi akan meniru atau menerapkan perilaku
seksual yang selama ini ditontonnya di media. Selain memiliki dampak buruk bagi
kondisi psikis seseorang, pornografi juga memiliki dampak buruk bagi keadaan fisik
seseorang.
Berbeda dengan
dampak secara fisik yang ditimbulkan dengan mengonsumsi narkoba atau minuman
keras, dampak secara fisik dari pornografi tidak dapat dilihat secara langsung
dan tidak mudah terdeteksi. Hal ini karena pornografi tidak menyerang anggota
tubuh manusia yang terlihat, melainkan bagian dari tubuh yang tidak terlihat
yaitu otak. Pornografi merusak 5 (lima) bagian otak terutama di bagian otak
depan (prefrontal cortex) dimana bagian otak ini ialah bagian yang penting bagi
manusia. Rusaknya otak bagian depan ini akan menyebabkan seseorang tidak bisa
membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, dan kesulitan untuk
mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali
impuls-impuls.
B. Upaya pemerintah Nusa Tenggara Barat dalam
menanggulangi kekerasan seksual.
Dengan keluarnya
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi penguat dalam pengaturan
tentang perlakuan dan tanggung jawab negara untuk mencegah,
menangani
kasus kekerasan seksual, dan memulihkan korban secara komprehensif. Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB Dra.T Wismanimgsih Drajadiah saat menjadi narasumber di
studio II TVRI NTB mengatakan
bahwa tahapan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani
kekerasan perempuan dan anak yaitu :
1. Pencegahan melalui Posyandu Keluarga Penanganan kasus
dan rehabilitasi
Pencegahan
melalui Posyandu Keluarga Penanganan kasus dan rehabilitasi bekerjasama dengan
Dinas Sosial dan Unit PPA Polda NTB. Berbagai
permasalahannya yang sering dihadapi pada anak dan kaum perempuan membutuhkan
langkah-langkah strategis dalam penyelesaiannya. Diantaranya yang paling
penting adalah upaya preventif, yakni dengan melakukan edukasi yang masif dan
berkesinambungan kepada masyarakat.
Program ini yang
terus di dorong oleh pemerintah,
salah satunya melalui program unggulan Revitalisasi
Posyandu. Selain itu edukasi sekaligus sosialisasi kepada lembaga-lembaga
pendidikan maupun di tengah kehidupan masyarakat, Terbukti program dari pemerintah ini berjalan dengan
baik, dengan menurunanya kasus kekerasan seksual di wilayah Nusa Tenggara Barat, pada Tahun 2020, data kekerasan terhadap perempuan
sebanyak 414 kasus, di tahun 2021 menurun menjadi 318 kasus, sedangkan data
kekerasan terhadap anak pada tahun 2020, sebanyak 318 kasus, pada tahun 2021
menurun sedikit menjadi 313 kasus.
2.
Upaya Preventif dan represif.
a.
Upaya preventif merupakan
upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana dan dilakukan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana tersebut. Upaya-upaya tersebut
diantaranya ialah dengan pembinaan masyarakat. Pembinaan masyarakat yang
dilakukan oleh pihak Kepolisian ialah melalui Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat
Binmas) yang berada di setiap tingkat kepolisian baik itu Polres maupun Polsek. Secara konkret
upaya yang dilakukan adalah penyuluhan ke sekolah-sekolah mulai dari SD, SMP
sampai dengan SMA. Program penyuluhan dan pemberian edukasi ke masyarakat ini
dapat dilakukan bersama-sama dengan instansi lain, misalnya P2TP2A, Dinas
Sosial maupun KPAI.
b.
Upaya represif merupakan
upaya yang dilakukan saat atau setelah terjadinya suatu kejahatan. Upaya
represif ini dilakukan sebagai upaya penanganan terhadap terjadinya kejahatan
serta menentukan kebijakan apa yang harus diambil dan untuk memastikan bahwa
pelaku tidak akan mengulangi lagi kejahatannya. Pada dasarnya upaya represif
yang berkaitan dengan penegakan hukum ini hanya dilakukan oleh pihak yang
berwenang dalam proses penegakan hukum yakni ialah Kepolisian.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan
hasil pembahasan di atas dengan megacu
pada berbagai sumber yang ada penulis dapat mengambil
simpulan sebagai berikut:
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana kekerasan seksual pada anak di wilayah Kota Tangerang
Selatan terdiri dari:
a.
Faktor ekonomi.
b.
Faktor Pola Asuh
Keluarga
c.
Penyimpangan Seksual
Pedofilia
d.
Pornografi
2. Dalam menangani
kasus kekerasan seksual, DP3AP2KB
membagun beberapa program untuk mencegah dan menangani
kasus kekerasan seksual, di
anataranya ialah
a. Pencegahan melalui Posyandu Keluarga Penanganan kasus
dan rehabilitasi bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Unit PPA Polda NTB, dengan mebrikana pelayan pengaduan serta memeberikan
sosialiasi kepada seluruh masyarakat untuk terhindar dari kekerasan seksual,
dengan berbagai upaya baik preventif dan represif.
C. Saran
Orang tua harus bisa
memposisikan peranya sebagai pelindung, penjaga, dan bekerja untuk penghidupan
anak beserta keluarga. Orang tua haruslah peka dan sadar untuk dapat memberikan
perhatian sebesar besarnya kepada anak anak, sehingga anak anak tersebut tidak menjadi korban bahkan pelaku kekerasan. Apalagi dengan
berkembangnya teknolgi dan internet semua
orang dapat dengan masif mengakses berbagai situs terlarang yang mengadung
unsur unsur pornografi, sehingga dari akses situs terlarang tersebut menjadi
pemicu seseorang melakukan kekerasan seksual apalagi terhadap anak, belum lagi
dampak psikis yang dapat merusak sistem otak agar tidak berkerja sesuai
fungsionalnya akibat kencandua konten pornografi. Dan orang tua haruslah
meningkatkan kewaspadaan terhadap
lingkungan sekitarnya dikarenakan penjahat seksual yang dapat berada di mana
saja.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
1. Zainuddin1, Ridho Darmawan, Kajian Kriminologi Atas Pelecehan Seksual Terhadap Santri, Jurnal
law, Volume 7 No. 3, Sept.- Des. 2018.
Internet
1. https://barbareto.com/lpa-ntb-soroti-tingginya-angka-kasus-kekerasan-seksual-pada-anak/. Diakses pada
tanggal 30 April 2022.
2. https://nasional.kompas.com/read/2022/01/19/18555131/pemerintah-catat-6500-lebih-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak-sepanjang?page=all/. Diakses pada 30 April
2022
3. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220120030219-20-748827/14517-kasus-kekerasan-anak-terjadi-sepanjang-2021. Diakses pada 01 Mei 2022
4.
https://mataram.antaranews.com/berita/190001/lagi-lagi-kasus-pemerkosaan-di-lombok-timur-kali-ini-bocah-15-tahun-jadi-korban-aksi-bejat-pria-25-tahun. Diakses pada 01 Mei 2022
Komentar
Posting Komentar